Disiplin-diri berarti kebebasan

18 Apr 2010

Apakah perbedaan antara kenikmatan dan keterikatan? Mengapa sebagian orang menjadi kecanduan sesuatu, sementara orang lain dapat mengendalikan atau menanggulanginya? Misalnya banyak orang yang merokok, minum alkohol, berjudi dsb hanya dilakukannya sesekali. Sementara itu, yang lain kecanduan habis-habisan atau menomorsatukan ketimbang kebutuhan hidup yang lain.

Ketika saya berada di dalam mobil,menunggu lampu lalu lintas di suatu persimpangan jalan, saya melihat seorang lelaki tua yang berpakaian kumuh berjalan gontai menuju tempat sampah didekatnya. Ia mengorek-ngorek dan menemukan botol anggur yang masih tersisa, lalu meneguknya. Setelah botol itu kosong sama sekali, ia melemparkannya kembali dan meneruskan pencariannya.

Jelaslah bahwa tak ada hal lain di dunia yang dapat menarik perhatiannya,kecuali tempat di mana dapat menemukan anggur. Gambran keadaan pria ini meresapi pikiran saya dan muncullah banyak pertanyaan di dalam benak.

Saya merenungkan, di manakah akan berada sekarang jika ia tidak menemukan minumannya yang pertama? Kapankah masa mudanya yang indah berubah menjadi suatu keterikatan negatif? Apakah ribuan kaum remaja sekarang ini sedang mendekati titik kegelapan seperti yang dilakukan orang itu? Daripada berteman dengan tempat sampah, apa yang dapat ia lakukan sekarang, jika ia meninggalkannya sebelum terlambat? Talenta dan kecakapan apa yang tetap terpendam demikian lamanya???

Ada satu kenyataan hidup harus diketahui oleh setiap orang khususnya kaum muda, bahwa jika seseorang larut dalam hal-hal duniawi tanpa pembatasan atau disiplin diri, titik perubahan itu akan tercapai sementara hal-hal kesenangan justru tak lagi menyenangkan. Jika pembatasan diri tak dilakukan , hal itu akan menjadi keharusaan yang mesti dipenuhi, bukan lagi merupakan suatu kenikmatan. Tak ada lagi pilihan, mau tak mau harus dilakukan. Orang gelandangan yang saya lihat itu, tak hanya ingin minum tetapi ia harus meminumnya.

Jika seseorang acapkali melakukan apa yang ingin ia lakukan, kelak tak lagi bebas melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Keadaan ini sering terjadi pada kaum muda. Mereka kehilangan kebebasan pada saat yang sama, dan beranggapan bahwa mereka telah memperolehnya.

Memporakporandakan sampah, menderita kangker paru-paru, atau rumah amblas karena judi, tampaknya amat ironis dengan kenyataan. Semoga hal ini tak terjadi pada banyak orang. Keadaan itu harus dibayar jauh lebih mahal daripada disiplin diri, bukan?

Adakah garis pemisah antara kenikmatan dan kecanduan? Saya pikir ada, jika orang merasakan kesenangan kini menjadi kebutuhan bukan keharusan.


0 comments: